Kata - kata inspiratif :
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase (LC 5e) pada Kajian Mikroskopis Mata Pelajaran Kimia untuk SMA
Wilda Ulin Nuha / 093194211
Pendidikan Kimia UNESA

Abstrak
Salah satu upaya peningkatan kualitas pendidikan Indonesia adalah pemberlakuanKurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini mengarahkan pada proses pembelajaran konstruktivistik. Salah satu model pembelajaran yang mengacu pada proses pembelajaran konstruktivistik adalah model pembelajaran Learning Cycle 5 Fase.
Untuk mengetahui pengaruh penerapan metode pembelajaran Learning Cycle 5 fase ini pada pembelajaran kimia SMA khususnya pada kajian mikroskopis, maka dilakukan studi literatur dari berbagai penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dari aspek kognitif, afektif dan psikomotor dengan menerapkan metode ini mengalami peningkatan.
Dalam penerapannya dalam proses pembelajaran , perlu diantisipasi beberapa hal yang dianggap dapat menjadi penghambat dalam penerapan metode Learning Cycle ini, diantaranya adalah penguasaan materi yang diajarkan oleh guru. Sehingga dalam membimbing siswanya, tidak terjadi miskonsepsi.
Kata kunci : konstruktivistik, learning cycle, konsep mikroskopis, kimia.
A. Pendahuluan
Dewasa ini pendidikan nasional sedang dihadapkan pada berbagai krisis yang perlu mendapatkan penanganan secepatnya, di antaranya adalah mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang bermartabat, unggul dan berdaya saing.
Karakteristik masyarakat global ditandai dengan adanya kemampuan mengelola informasi, mengelola sumber daya, mengelola hubungan sosial, menglola diri, bersikap fleksibel, mampu memecahkan masalah, mampu mengambil keputusan, mampu beradaptasi, mampu berpikir kreatif, dapat memotivasi diri, dan mampu menyusun pertimbangan.(Harsanto, 2007:14)
Untuk mewujudkan generasi yang tidak hanya mampu bertahan dalam era global, tapi juga dapat menguasai globalisasi, perlu adanya desain kurikulum yang konkret.
Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah pembaharuan kurikulum, dengan menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pelaksanaan KTSP menekankan pembelajaran berorientasi pada paradigma konstruktivistik. Menurut aliran konstruktivistik ini, pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil konstruksi kognitif dalam diri seseorang melalui pengalaman yang diterima lewat panca indera.
Adanya paradigma konstruktivis berpengaruh pada strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Pada proses pembelajaran guru bertindak sebagai sebagai fasilitator. Dalam hal ini muridlah yang berperan aktif dan bertanggung jawab terhadap proses dan hasil belajar, pembelajaran seperti ini disebut pembelajaran yang berpusat pada siswa atau Student centered.
Kajian ilmu kimia sebagian besar bersifat abstrak (seperti ion, molekul, senyawa, entalpi), karakteristik kimia yang demikian itu, membuat mata pelajaran kimia menjadi salah satu pelajaran yang dianggap sulit oleh siswa. “Konsep-konsep kimia hanya akan dapat dipahami dengan baik jika individu telah mengembangkan kemampuan berfikir yang tidak hanya menjangkau hal-hal yang bersifat konkret saja, tapi juga hal-hal yang abstrak.”(Kavanaugh, 1981 dalam Nazriati dan Fajaroh, 2007).
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Nazriati dan Fauziatul Fajaroh dalam penelitiannya mengenai pemahaman konsep siswa kelas XII SMA Al-Ma’arif Malang bahwa hanya 4% siswa yang mampu menguasai konsep-konsep abstrak tersebut (Fajaroh dan Nazriati, 2007).
Kurangnya pemahaman mengenai konsep-konsep abstrak ini, dapat direduksi atau bahkan dicegah sama sekali bila proses pembelajaran dalam kelas menggunakan metoda atau pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan potensi dan kondisi siswanya.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran kimia adalah model pembelajaran learning cycle.
learning cycle merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered), berupa rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehinga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif (Fajaroh dan Dasna :2004).
Learning cycle yang akan dibahas dalam artikel ini adalah learning cycle yang terdiri dari 5 fase, yaitu fase pendahuluan (engangement), eksplorasi (exploration), penjelasan (explaination), penerapan konsep (elaboration), dan fase evaluasi (evaluation).
Dengan model ini, konsep-konsep ilmu kimia yang dipelajari siswa diduga lebih tahan lama berada dalam memori siswa dan bahkan sangat mungkin menjadi pengetahuan yang fungsional yang dapat diaplikasikan siswa nantinya dalam kebutuhan sehari-hari.
B. Belajar Konstruktivis
Aliran konstruktivis diawali oleh seorang epistemolog itali, Giambatisca Vico. Kemudian aliran ini dikembangkan oleh Jean Piaget yang mengatakan bahwa “mengerti adalah proses adaptasi intelektual antara pengalaman dan ide baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya, sehingga dapat terbentuk pengertian baru”.(Suparno, 1997:33 dalam Suwarno, 2006).
Pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivis ini menempatkan siswa sebagai subyek belajar dan bertanggung jawab atas proses belajarnya. Pengajar menjadi narasumber yang melontarkan gagasan yang akan diolah, diseleksi, dan dikritisi atau bahkan ditolak oleh pembelajar.
Pembelajaran harus dikemas menjadi suatu proses mengkonstruksi pengetahuan yang diciptakan dalam pikiran siswa sebagai hasil dari interaksi panca indera siswa dengan dunianya sehingga pengetahuan tidak semata-mata ditransfer oleh guru kepada siswa. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide, karena guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran mendukung siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri, sehingga pembelajaran akan berpusat pada siswa bukan pada guru (Nurhadi, 2004 dalam Amelia 2008).
Sejalan dengan pemikiran mengenai pembelajaran konstruktivis, Winkel mengatakan :
proses belajar adalah proses psikologis, merupakan kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar. Apa yang terjadi pada diri seseorang yang belajar tidak dapat diketahui secara langsung, hanya dengan mengamati orang itu melakukan sesuatu yang menampakkan kemampuan yang telah diperolehnya dari belajar.(Winkel, 1991:35 dalam Harsanto, 2007:21).
Adapun prinsip-prinsip dalam konstruktivisme menurut Suparno (1997) adalah sebagai berikut : (1) Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif, (2) Tekanan pada proses belajar terletak pada siswa. (3) Mengajar adalah proses membantu siswa, (4) Tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir, (5) Kurikulum menekankan partisipasi siswa, (6) Guru adalah fasilitator. Dalam pembelajaran konstruktivistik siswa harus berpikir kritis, menganalisis, membandingkan, menggeneralisasi, menyusun hipotesis hingga mengambil kesimpulan dari masalah yang ada, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa, menata lingkungan belajar siswa agar dapat melakukan kegiatan belajar mengajar dengan sebaik-baiknya.
C. Learning Cycle
Learning cycle merupkan model pembelajaran yang kegiatannya berpusat pada siswa (student centered). Learning Cycle pada mulanya terdiri dari 3 fase, yaitu fase eksplorasi (exploration), fase pengenalan konsep (concept introduction), dan fase aplikasi (concept application). Kemudian disempurnakan menjadi 5 fase, yaitu ditambahkan tahap engagement sebelum fase exploration dan ditambahkan pula fase evaluation pada bagian akhir siklus. Pada model 5 fase ini, tahap concept introduction dan concept application masing-masing diistilahkan menjadi explanation dan elaboration. Karena itu Learning Cycle 5 Fase ini juga disebut LC 5E (Engagement, Exploration, Explanation, Elaboration, dan Evaluation). 
Tahap engagement bertujuan untuk mempersiapkan siswa agar terkondisi dalam memasuki fase berikutnya dengan jalan mengeksplorasi pengetahuan awal dan ide-ide siswa, serta untuk mengetahui adanya miskonsepsi pada pembelajaran sebelumnya. Pada tahap ini keingintahuan siswa berusaha untuk dibangkitkan dengan diajak untuk memprediksi tentang suatu masalah/fenomena yang akan dibuktikan pada tahap eksplorasi.
Tahap eksplorasi memberikan kesempatan pada siswa untuk berkelompok tanpa pengajaran langsung untuk menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide melalui kegiatan seperti praktikum atau telaah literatur.
Selanjutnya adalah fase explanation, pada tahap ini guru harus mendorong siswa untuk menjelaskan konsep dengan kalimat mereka sendiri, meminta bukti dan klarifikasi dari penjelsan mereka, dan mengarahkan untuk kegiatan diskusi. Hasil yang diharapkan pada fase ini adalah siswa mampu menemukan istilah-istilah dan konsep yang sedang dipelajari.
Fase selanjutnya adalah fase elaboration (extention), siswa menerapkan konsep dan keterampilan dalam situasi baru melalui praktikum lanjutan atau problem solving.
Fase terakhir, yaitu evaluation, dilakukan evaluasi terhadap efektifitas fase-fase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan, pemahaman konsep, atau kompetensi siswa melalui problem solving dan konteks baru yang kadang-kadang mendorong siswa untuk melakukan investigasi lebih lanjut.
Berikut adalah diagram fase-fase learning cycle yang telah dijelaskan sebelumnya
Berdasarkan tahapan-tahapan dalam metode pembelajaran bersiklus seperti yang telah dipaparkan diatas, diharapkan siswa tidak hanya mendengar keterangan guru, tetapi dapat berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari.
D. Implementasi Learning Cycle pada Mata Pelajaran Kimia.
Piaget menyatakan bahwa belajar merupakan pengembangan aspek kognitif yang meliputi : struktur, isi, dan fungsi. Struktur intelektual adalah organisasi-organisasi mental tingkat tinggi yang dimiliki individu untuk memecahkan masalah-masalah. Isi adalah perilaku khas individu dalam merespon masalah yang dihadapi. Sedangkan fungsi merupakan proses perkembangan intelektual yang mencakup adaptasi dan organisasi (Arifin, 1995 dalam Fajaroh, 2007). Adaptasi sendiri terdiri dari asimilasi dan akomodasi.
Pemikiran piaget tersebut kemudian dikembangkan oleh Karplus dan Their menjadi sebuah strategi pembelajaran. Dalam hal ini siswa diberi kesempatan untuk mengasimilasi informasi dengan cara eksplorasi lingkungan, mengakomodasi informasi dengan cara mengembangkan konsep, mengorganisasikan informasi dan menghuungkan konsep-konsep baru dengan menggunakan atau memperluas konsep yang telah dimiliki untuk menjelaskan suatu fenomena yang berbeda. Teori Piaget dan Karplus tersebut kemudian dikembangkan mejadi fase pembelajaran yaitu fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep yang di kenal dengan Learning Cycle.
Pengembangan fase-fase Learning Cycle menjadi 5 fase masih tetap berkorespondensi dengan mental functioning dari piaget. Fase engagement dalam LC 5E termasuk dalam proses asimilasi, sedangkan fase evaluation masih merupakan fase organisasi.
Walaupun fase-fase LC dapat dijelaskan dengan teori piaget, LC juga pada dasarnya lahir dari paradigma konstruktivisme belajar yang lain, termasuk teori konstruktivisme sosial Vigotsky dan teori belajar bermakna Ausubel (Dasna, 2005). LC melalui kegiatan dalam tiap fase mewadahi siswa untuk secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial.
Implementasi Learning Cycle dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan konstruktivis yaitu :
1. Siswa belajar secara aktif, siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berfikir, pengetahuan dikonstruksikan dari pengalaman siswa.
2. Informasi baru dikaitkan dengan skema yang telah dimiliki siswa, informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu.
3. Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah.
Kimia merupakan komponen dari mata pelajaran IPA, akan sangat sesuai bila dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Learning Cycle, hal ini dikarenakan kimia merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa alam secara molekuler.
Hasil-hasil penelitian perguruan tinggi dan sekolah menengah tentang implementasi Learning Cycle pada dalam pembelajaran sains menunjukkan keberhasilan model ini dalam meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa (Fajaroh dan Dasna, 2004).
Marek dan Methven (dalam Fajaroh dan Dasna, 2004) menyatakan bahwa siswa yang gurunya mengimplementasikan LC (Learning Cycle) mempunyai keterampilan menjelaskan lebih baik daripada siswa yang gurunya menerapkan metode ekspositori.
Cohen dan Clough (ibid) menyatakan bahwa Learning Cycle merupakan strategi jitu bagi pembelajaran sains disekolah menengah karena dapat dilakukan secara luwes dan memenuhi kebutuhan nyata guru dan siswa.
Berikut akan disajikan contoh dari hasil penelitian mengenai penerapan Learning Cycle dalam pembelajaran kimia.

1. Skripsi Lutfi Nur Azizah, tahun 2007 Universitas Negeri Malang, Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase pada Pokok Bahasan Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri I Talun Kabupaten Blitar Tahun Ajaran 2006/2007

Penelitian yang dilakukan menggunakan rancangan eksperimental semu. Populasi yang diambil adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Talun Blitar. Sampel terdiri dari kelas eksperimen dan kelas kontrol yang penentuannya dilakukan secara acak. Instrumen dalam penelitian adalah tes dan angket. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis statistik dan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Ada perbedaan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Learning Cycle (LC) 5 Fase dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, dimana rata-rata nilai hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle (LC) 5 Fase lebih tinggi (81,13) daripada dengan pembelajaran konvensional (74,53), (2) Keaktifan siswa yang diajar dengan model pembelajaran Learning Cycle 5 Fase lebih banyak (39% siswa menjawab, 22,4% siswa menanggapi, dan 21,5% siswa bertanya) daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional (20,2% siswa menjawab, 9,2% siswa menanggapi, dan 8,3% siswa bertanya), (3) Persepsi siswa menunjukkan bahwa sebanyak 71,05% siswa menyatakan persepsi yang positif terhadap pelajaran Kimia dan sebanyak 63,16% siswa menyatakan persepsi positif terhadap model pembelajaran Learning Cycle 5 Fase.

2. Skripsi Uliyatid Dayyinati, tahun 2009 Universitas Negeri Malang, Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5 E Berbantuan Media Komputer untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia pada Materi Pokok Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit Siswa Kelas X MAN 3 Malang.

Pada penelitian ini digunakan rancangan penelitian eksperimen semu yang melibatkan satu kelas kontrol dan satu kelas eksperimen. Populasi penelitian adalah siswa kelas X MAN 3 Malang dengan sampel dua kelas dari kelas X. Instrumen yang digunakan diantaranya instrumen perlakuan berupa silabus, rencana pembelajaran dan lembar kerja siswa dan instrumen pengukuran hasil perlakuan berupa tes, lembar observasi dan angket tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang menerapkan model learning cycle 5 E berbantuan media komputer. Data yang diperoleh dianalisis dengan tenik inferensial komparasi menggunakan uji-t.

Berdasarkan nilai uji-t, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan dengan model learning cycle 5 E berbantuan media komputer dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran learning cycle 5 E (nilai Sig. (0,726) > 0,05. dan thitung (0,352) < ttabel (1,994)). Nilai rata - rata hasil belajar kelompok kontrol 76,4 dan kelompok eksperimen sebesar 77,2. Tidak terdapat perbedaan hasil belajar ini disebabkan pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran learning cycle 5 E berbantuan media komputer mirip dengan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran learning cycle 5 E tanpa bantuan komputer dan penerapan model pembelajaran learning cycle 5E telah memfasilitasi siswa untuk belajar dan membangun pengetahuannya sendiri. Namun, pemahaman konsep mikroskopis larutan elektrolit dan non elektrolit pada siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan pada siswa kelas kontrol. Berdasarkan hasil angket, siswa memberi-kan respon sangat positif terhadap penerapan model pembelajaran learning cycle 5 E berbantuan media pembelajaran komputer yakni 80,1% . Rata-rata hasil penilaian media oleh siswa sebesar 82,5% dengan kriteria layak. Artinya penggunaan media ini efektif dalam meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai kuis, nilai afektif dan psikomotor siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol.

3. Tesis Fatimah Zahri, tahun 2010 Universitas Negeri Malang, Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle terhadap Kualitas Prose, Hasil Belajar dan Retensi Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Asam Basa Kelas XI IPA SMAN 1 Indrapuri Aceh Besar.

Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif dan eksperimen semu. Rancangan deskriptif digunakan untuk menggambarkan kualitas proses belajar mengajar dan persepsi siswa terhadap penerapan model pembelajaran LC-6 dan model pembelajaran konvensional. Rancangan eksperimen semu digunakan untuk mempelajari hasil belajar siswa dan retensi setelah pembelajaran dengan menggunakan model LC-6 dan model konvensional. Subjek penelitian ini adalah siswa dari dua kelas XI IPA SMAN 1 Indrapuri Aceh Besar, tahun ajaran 2009/2010 yang terdiri dari 27 siswa setiap kelasnya. Salah satu dari kelas tersebut proses pembelajarannya menggunakan model LC-6 dan yang lainnya diajarkan dengan model konvensional. Uji t digunakan untuk membandingkan hasil belajar siswa dan retensi yang diperoleh dari pembelajaran dengan model LC-6 dan model konvensional. Siswa yang diajar dengan model pembelajaran LC-6 dan model konvensional menggunakan buku teks kimia yang sama.

Temuan penelitian adalah: (1) hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran LC-6 lebih tinggi dari hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional, (2) tes retensi pertama dan kedua menunjukkan bahwa retensi siswa model pembelajaran LC-6 lebih baik daripada retensi siswa model pembelajaran konvensional, (3) kualitas proses belajar mengajar model pembelajaran LC-6 adalah lebih baik daripada model pembelajaran konvensional, (4) siswa yang diajar dengan menggunakan model LC-6 merespon positif terhadap penerapan model pembelajaran, sedangkan siswa yang diajar dengan model konvensional merespon netral terhadap model pembelajaran yang diterapkan.

Dilihat dari dimensi guru penerapan strategi ini memperluas wawasan dan meningkatkan kreatifitas guru dalam merancang kegiatan pembelajaran. Sedangkan ditinjau dari dimensi siswa penerapan strategi ini dapat memberi keuntungan sebagai berikut :
- meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran
- membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa
- pembelajaran menjadi lebih bermakna.
Namun, selain kelebihan yang didapat jika menggunakan model pembelajaran ini, terdapat pula kekurangan-kekurangan yang sepatutnya diantisipasi, yaitu :
- efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran
- menuntut kesungguhan dan kreatifitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran
- memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi.
- memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran.
Untuk mengefektifkan penerapan Learning Cycle, maka lingkungan belajar yang perlu diupayakan adalah :
- tersedianya pengalaman belajar yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa
- tersedianya berbagai alternatif pengalaman belajar jika memungkinkan
- terjadinya transmisi sosial, yakni interaksi dan kerja sama individu dengan lingkungannya
- tersedianya media pembelajaran yang memadai
- kaitkan konsep yang dipelajari dengan fenomena sedemikian rupa hingga siswa terlibat secara emosional dan sosial yang menjadikan pembelajaran berlangsung menarik dan menyenangkan.
E. Penutup
Perlunya pembaharuan kuriklum untuk mencetak generasi yang dapat bergabung dalam arus globalisasi, mendorong lahirnya metoda pembelajaran yang berhaluan konstruktivis. Salah satu metode pembelajaran yang dapat menjadi alternatif adalah Learning Cycle 5 fase (LC 5E). Metoda ini mengkondisikan siswa sebagai pusat kegiatan pembelajaran (student Centered). Dengan metoda ini diharapkan terjadinya peningkatan pemahaman siswa pada konsep materi kimia yang diajarkan.
Beberapa penelitian telah menemukan adanya kelebihan pada hasil belajar siswa dengan menggunakan metode learning cycle. Namun ada juga kelemahan yang perlu diantisipasi dalam penerapan metode ini, salah satunya adalah tuntutan pada guru untuk dapat menguasai materi secara baik, sehingga miskonsepsi tidak terjadi.
F. Daftar Pustaka
- Harsanto, Radno. 2007. Pengelolaan Kelas yang Dinamis, Paradigma Baru Pembelajaran Menuju Kompetensi Siswa. Yogyakarta: Kanisius.
- Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-ruzz media.
- Gunawan, Adi.W.. 2007. Genius Learning Strategi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Rahman, Fauzi. 2009. Pembelajaran Kimia di SMA : Korelasi Antara Dunia Atom, Dunia Lambang dan Dunia Makroskopik (Online).
- Fajaroh, Fauziatul dan I Wayan Dasna. 2004. “Pembelajaran dengan Model Siklus Belajar (learning Cycle)” (online). http://massofa.wordpress.com/2008/01/06/pembelajaran-dengan-model-siklus-belajar-learning-cycle/. Diakses pada tanggal 18 Desember.2010.
- Amelia. 2008. Skripsi : “Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase (LC 5E) dengan Memperhatikan Gaya Belajar Siswa SMPN 1 Situbondo Tahun Ajaran 2008/2009 Pokok Bahasan Perubahan Materi” (online). http://karya-ilmiah.um.ac.id. Diakses pada tanggal 19 Desember 2010.
- Nazriati,dan Fauziatul Fajaroh. 2007. “Pengaruh Penerapan Model Learning Cycle dalam Pembelajaran Kimia Berbahan Ajar Terpadu (Makroskopis Mikroskopis) terhadap Motivasi, Hasil Belajar dan Retensi Kimia Siswa SMA” (dalam Jurnal Penelitian Kependidikan No 2 Desember 2007) (online). http://www.lipi.go.id. Diakses pada tanggal 16 November 2010.
- Azizah, Lutfi Nur. 2007. Skripsi : “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase pada Pokok Bahasan Struktur Atom, Sistem Periodik, dan Ikatan Kimia terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri I Talun Kabupaten Blitar Tahun Ajaran 2006/2007”. Malang: UM.
- Dayyinati, Uliyatid. 2009. Skripsi : “Penerapan Model Pembelajaran Learning Cycle 5 E Berbantuan Media Komputer untuk Meningkatkan Hasil Belajar Kimia pada Materi Pokok Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit Siswa Kelas X MAN 3 Malang”. Malang: UM
- Zahri, Fatimah. 2010. Tesis : “Pengaruh Model Pembelajaran Learning Cycle terhadap Kualitas Prose, Hasil Belajar dan Retensi Hasil Belajar Siswa pada Materi Pokok Asam Basa Kelas XI IPA SMAN 1 Indrapuri Aceh Besar”. Malang: UM

No comments:

Post a Comment