Kata - kata inspiratif :
image
Makanan yang disukai manusia pada umumnya disukai oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri dan jamur yang menyerang bahan makanan yang mentah seperti pada sayuran, buah-buahan, susu, daging, dan banyak makanan yang sudah dimasak seperti nasi, roti, kue dan lauk pauk. Bakteri yang tumbuh di dalam makanan mengubah makanan tersebut menjadi zat organik yang berkurang energinya. Populasi mikroba pada berbagai jenis bahan pangan umumnya sangat spesifik, tergantung dari jenis bahan pangannya, kondisi lingkungan dan cara penyimpanannya dalam batas-batas tertentu kandungan mikroba pada bahan pangan adalah berpengaruh terhadap ketahanan bahan pangan tersebut
Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan daya hidup dan pertumbuhan dari mikroorganisme pada sebuah bahan makanan (faktor intrinsik), diantaranya adalah kandungan nutrisi, kandungan air, derajat keasaman (pH), kandungan oksigen, struktur biologi, kandungan antimikrobial. Sedangkan faktor ekstrinsik (dari luar) yaitu, temperatur, relative humidity (kelembaban) lingkungan, konsentrasi gas lingkungan. Mikroorganisme dapat masuk ke bahan mentah makanan melalui tangan penjamah makanan atau melalui alat-alat produksi makanan yang tidak bersih atau tidak dicuci dengan sempurna. Sehingga memungkinkan kontaminasi bakteri dalam bahan mentah dan terus tumbuh dalam bahan makanan tersebut. Selain faktor intrinsik dan ekstrinsik terdapat juga faktor implisit, dimana faktor ini berupa karakteristik dari mikroba itu sendiri. Faktor pengolahan, adanya perubahan mikroba awal yang merupakan akibat dari cara pengolahan bahan pangan seperti pemansan, pendinginan, radiasi dan juga adanya penambahan bahan pengawet. Ketika faktor-faktor tersebut cocok dengan bakteri saproba dan bakteri patogen tertentu yang dapat menghasilkan racun, maka terjadilah pencemaran makanan. Pencemaran makanan ini ditandai oleh adanya toksin sebagai hasil dari populasi bakteri yang tumbuh pada makanan tersebut.
Bakteri yang tumbuh dan berkembang biak pada makanan, mampu menghasilkan 2 macam toksin yakni enterotoksin, yaitu toksin yang mengganggu alat-alat pencernaan, kedua neurotoksin yaitu toksin yang mengganggu urat syaraf. Jika makanan sudah dihinggapi mikroorganisme, maka akan mengalami penguraian. Penguraian tersebut dapat mengurangi nilai gizi dan kelezatan pada bahan makanan tersebut. Inilah yang dinamakan pencemaran makanan secara biologis. Makanan yang mengalami penguraian akan menjadi racun bagi tubuh sehingga dapat menyebabkan sakit bahkan kematian. Makanan yang terurai tersebut menjadi zat organik yang memiliki energi yang lebih kecil.
Berikut merupakan salah satu contoh cara pencemaran mikroorganise pada makanan yang terjadi pada susu. Bakteri pencemar dalam susu dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Bakteri pembusuk seperti Micrococcus sp., Pseudomonas sp., dan Bacillus sp. akan menguraikan protein menjadi asam amino dan merombak lemak dengan enzim lipase sehingga susu menjadi asam dan berlendir. Beberapa Bacillus sp. yang mencemari susu antara lain adalah B. cereus, B. subtilis, dan B. licheniformis.
Selain itu terdapat bakteri E. coli O157 : H7 termasuk kelompok enterohemoragik yang merupakan bakteri patogen. E. coli (EHEC) pada manusia yang menyebabkan terjadinya hemorrhagic colitis (HC), hemolytic, uremic syndrome (HUS), dan thrombocytopenia purpura (TPP). Infeksi E. Coli O157:H7 pada manusia terjadi karena minum susu yang terkontaminasi feses sapi atau dari lingkungan. Bakteri yang mampu hidup pada refrigerator adalah L. monocytogenes. Infeksi L. monocytogenes pada manusia terjadi secara kronis. Kejadian L. Monocytogenes dalam susu dipengaruhi oleh musim. Kasus keracunan setelah minum susu juga disebabkan oleh C. jejuni. Kasus tersebut terjadi pada anak sekolah, terutama pada saat melakukan kunjungan ke peternakan. Susu yang terkontaminasi kotoran unggas berpotensi menimbulkan terjadinya food borne disease oleh C. jejuni (CDC 2005). Kelompok Bacillus sp. yang sering menjadi penyebab keracunan setelah minum susu adalah B. cereus (CDC 2002). Kontaminasi B. cereus dengan jumlah 104 cfu/ml berpotensi menghasilkan toksin sehingga menimbulkan gejala seperti mual dan muntah. Gejala keracunan B. cereus dalam susu mencuat pada tahun 1988−1989. Gejala muncul 0,50−1 jam setelah minum susu.
Referensi:
Achmad Djaeni Sediaoetama,Prof.DR.MSc, Ilmu Gizi,Dian Rakyat, jilid II, Jakarta,1989
Alan Berg and Robert J. Muscat, Faktor Gizi, Bharata Karya Aksara, Jakarta, 1987
A. Tresna Sastrawijaya, MSc, Pencemaran Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta, 1991
Majalah Kesehatan, edisi III, 1992

No comments:

Post a Comment